automated backlinks

Rabu, 26 Oktober 2011

Pengelolaan Keuangan Daerah dengan Pengelolaan Keuangan Negara



pengelolaan keuangan sector publik secara sederhana dibedakan menjadi dua. Terlepas dari UU no. 1 Perbendaharaan Negara yang menyebutkan bahwa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang ditetapkan dalam APBN dan APBD merupakan lingkup dari Perbendaharaan Negara, 2 dimensi dari pengelolaan keuangan sektor publik adalah :
1. pengelolaan APBN / pengelolaan keuangan (oleh)negara/ Pemerintah pusat dan ;
2.pengelolaan APBD / pengelolaan keuangan (oleh pemerintah) daerah.
secara lebih rinci pengelolaan sektor publik berupa APBD mengacu pada UU no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. UU no. 32 tentang Pemerintahan daerah menyebutkan bahwa APBD merupakan rencana keuangan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah(pasal 1 ) yang menjadi  dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran (pasal 179).
sebagai bahan rujukan bagi pemerintah daerah pada hal yang bersifat teknis dalam mengelola keuangan daerahnya digunakan UU no.1 tentang perbendaharaan Negara .
perbedaan pada pengelolaan APBN tampak pada APBN dimana yang menjadi Pengguna Anggaran adalah Presiden, sementara pada APBD yang menjadi Pengguna Anggaran adalah Kepala daerah.
kekuasaan Presiden dalam mengelola Keuangan Daerah pada APBD didelegasikan pada Kementerian Dalam Negeri yang dengan programnya salah satunya adalah Pemantapan Pengelolaan Keuangan Daerah,dan dengan tugas pokok dan fungsinya secara tersirat adalah sebagai tim asistensi dari pemerintah daerah untuk menyelaraskan kebijakan keuangan pemerintah daerah dengan pemerintah (pusat).
Saat ini Terdapat pertanyaan pada Kemendagri mengenai banyaknya kasus yang melibatkan Korupsi dari APBD di daerah dibandingkan Korupsi APBN yang terjadi saat ini .
selain itu dengan logika sederhana ada kesimpulan bahwa otonomi daerah dan Pengelolaan APBD saat ini lebih pro birokrat dan (belum/)bukan pro rakyat. Hal ini dibuktikan dengan lebih tidak bermasalahnya penggunaan dana BOS pada Kementerian Agama yang dikelola Pemerintah Pusat dibandingkan penggunaan dana BOS pada Instansi berafiliasi Pada Kementerian pendiikan Nasional yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.
Terbatas pada kemampuan penulis, berikut adalah perbandingan signifikan antara pengelolaan APBD dan Pengelolaan APBN.
1. APBD dan pengelolaan Kas
adanya pengaturan mengenai pengelolaan kas dimaksudkan agar Penerimaan dan pengeluaran kas dapat dikelola secara maksimal. Idle money yang beredar akan semakin kecil sehingga pemanfaatan dari kas yang ada dapat dipergunakan secara maksimal.
APBN telah mulai akan menerapkan hal ini secara konkrit dalam waktu-waktu dekat walaupun sesungguhnya pengelolaan kas telah diterapkan pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran pada DIPA sejak 2005.
Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)merupakan dasar pencairan dan pertanggungjawaban dana APBN yang terinci. DIPA ini merupakan pencerminan penyempurnaan dari Rencana Kerja Anggaran yang telah diajukan sebelumnya.
sebagai dasar pencairan, tidak sepenuhnya substansi dalam DIPA ini dijadikan dasar. Pada Halaman III DIPA misalnya dicantumkan jadwal penarikan dan penyetoran dana yang akan dilakukan untuk  kegiatan pada halaman sebelumnya. Namun pada kenyataannya jadwal ini tidak berimplikasi apa-apa. Pencairan maupun pertanggungjawaban dari anggaran di halaman sebelumnya tetap dapat dilaksanakan tanpa tergantung pada halaman III ini.
Pada masa yang akan datang kebijakan ini akan diaplikasikan dengan lebih konkkrit dalam pengelolaan APBN. Suatu satuan kerja pemakai anggaran tidak dapat mencairkan dana tanpa menyertakan verifikasi kesesuaian dengan Halaman II DIPA ini.
Hal ini sesungguhnya sesuai dengan cita-cita/visi besar mengenai disiplin anggaran.
Pemerintah daerah dapat ikut berlari dan tidak tertinggal jauh menyamai kebijakan keuangan pemerintah pusat jika menyadari hal ini, menyamakan visi dengan pemerintah pusat saat ini yang adalah memanfaatkan setiap kas yang dimiliki untuk diberdayakan semaksimal mungkin demi kesejahteraan.
2. unified buget.
penetapan mengenai belanja langsung dan belanja tidak langsung terasa sudah tidak relevan lagi dengan kebijakan APBD saat ini dimana kelompok belanja dibedakan menjadi belanja langsung dan tidak langsung tersebut dengan penghitungan/pengakuan akan adanya investasi sebagai dasar asumsinya.
Saat ini pada kenyataannya sangat sedikit APBD yang berorientasi pada investasi.
pengelolaan keuangan daerah saat ini cenderung tertinggal dibandingkan pengelolaan Keuangan Negara (APBN). Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, metode penganggaran yang digunakan adalah metoda tradisional atau item line budget. Cara penyusunan anggaran ini tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran dan sistem pertanggung jawabannya tidak diperiksa dan diteliti apakah dana tersebut telah digunakan secara efektif dan efisien atau tidak. Tolok ukur keberhasilan hanya ditunjukkan dengan adanya keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja namun jika anggaran tersebut defisit atau surplus berarti pelaksanaan anggaran tersebut gagal. Dalam perkembangannya, muncullah sistematika anggaran kinerja yang diartikan sebagai suatu bentuk anggaran yang sumber-sumbernya dihubungkan dengan hasil dari pelayanan.

saat ini sejak pemberlakuan paket UU Keuangan Negara pada periode waktu 2003-2005 menggantilkan ICW (Indische comptabiliteitsweut) dan IS (Indiseche sassa) yang digunakan sejak jaman belanda, di aplikasikan dokumen-dokumen anggaran yang lebih menyatu. Pada masa UU tersebut belum diberlakukan dan paradigma akan penganggaran belum berubah, pada intinya dokumen penganggaran memisahkan kegiatan yang menjadi  kegiatan rutin dan kegiatan pembangunan (proyek).
mirip dengan pengelolaan keuangan dalam APBD saat ini, ditemukan belanja langsung dan belanja langsung.
Pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah sesungguhnya dirasakan sebagai bentuk perlawanan dari pemerintah daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat yang bervisikan segala objek kegiatan adalah sederhana, dan akuntabel. sehingga tidak ada anggaran ganda.
walaupun pada kenyataannya Dokumen pelaksanaan anggaran pada pemda tidak dibedakan menjadi DPA langsung dan DPA rutin pun.
3. kebijakan akuntansi dan pengelolaan aset.
sesungguhnya prinsip akuntansi adalah harta/aktiva adalah sama dengan utang ditambahkan modal.
segala kegiatan yang bernilai uang dicatatakan pada neraca/buku kas seimbang pada kredit dan debet. prinsipnya barang satu dibeli maka kas berkurang di kredit dan barang bertambah di debet.
dikarenakan sebagai organisasi bersifat nonprofit dan maka diwajarkan bila pencatatan akuntansi pemerintah baik pusat dan daerah saat ini masih bersifat kebijakan akuntansi basis kas. dimana kegiatan dicatat ketika kas telah keluar, tertinggal oleh kebijakann organisasi profesianal yang mencatatkan segala sesuataunya bersifat akrual, yaitu dicatat ketika komitmen telah dibuat.
kebijakan akuntansi saat ini di pemerintah daerah juga menyebabkan masalah pada pengelolaan asetnya.
terkait dengan kebijakan anggaran di setiap APBD dimana pembelian barang jasa banyak diserah terimakan kepada pihak lain, dan dicatatakan pada akun belanja barang, bukan hibah/bansos maka pengelolaan aset pemerintah daerah tidak diragukan lagi, akan tidak rapih. tidak banyak pemerintah daerah yang mengetahui persis aset/kekayaan  yang dimilikinya saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar